Rabu, 27 Januari 2016

Lagu Darso

Mapay jalan satapak
Ngajugjug ka hiji lembur
Henteu karasa capéna
Sabab aya nu ditéang

Hujan angin dor dar gelap
Henteu aya keur ngiuhan
Sanajan awak rancucut
Teu paduli kajeun teuing

Nu penting mah asal nepi
Ka tempat anu di tuju
Rek ngalongok mawar bodas
Nu moal lila ka ala
Sugan tea moal gagal
Kembang geus aya nu boga
Balik téh asa horéam leumpang gé asa ngalayang

Teu kasawang ti anggalna
Teu kapikir ti tadina
Lamun bakal nyeri haté
Hoream teu sudi teuing
Mikiran pipanyakiteun
Mikiran pipanyakiteun

Lagu Darso

Duriat – Darso

Dina haté kuring anjeun cicing
Dina haté anjeun kuring cicing
Bener-bener henteu bisa ngejat
Dibeungkeut ku tali duriat

Sanajan loba nu daratang
Pating kuriling neangan lawang
Pating kaletrok kana panto haté
Tapi ku urang teu dipaliré

Duriat teu bisa digantian ku rupa
Duriat teu bisa dihilian ku harta
Duriat teu bisa di aya-aya
Duriat datang na heunteu kapaksa

Dikotretkeun dina haté tidituna
Diguratkeun dina rasa tidituna
Dibuka di baca ku urang duaan
Di jaga di riksa pinuh rasa ka heman

Lagu-Lagu Sunda

Lagu Darso

Sakur Ngimpi – Darso

30AGU
SAKUR NGIMPI
Vocal: Darso

cipt: Dosé Hudaya

Saprak anjeun ngaléos

Ngabeubeutkeun duriat
Hirup asa nunggeulis
Haté mararinggis

Saprak anjeun ninggalkeun

Ngararajéet cinta urang
Pikiran baluweng
Pinuh ku émutan

Sagala rasa kabawa anjeun

Saparo nyawo ngilu ka anjeun
Nikmati hirup leungit teu nyésa
Teuing kamana

**

Létah teu mirasa sagala karasa pait
Saré gulang guling hésé peureum

reff…
Kahayangmah ieu téh sakur ngimpi

Anu ngageuingkeun urang
Tina kasombongan diri

Kahayangmah waktu teh ngulang deui

Sabulan anu katukang
Basa silih keukeupan

Ngahelas kaleungitan

Ngoréjat seseblakan
Lieuk euweuh, lieuk euweuh
Ngagugulung lamunan

Ngarep-ngarep sakur ngimpi

Ngarep-ngarep anjeun datang
Tiap detik gé tatanya
Dimana anjeun

balik ke **

keadaan kerajaan sunda

KERAJAAN SUNDA


1.      Pusat Kerajaan Sunda yang berpindah-pindah
Pusat kerajaan yang berpindah-pindah, bukanlah hal yang asing di dalam perjalanan sejarah Indonesia. Pemindahan pusat-pusat kerajaan itu, disebabkan oleh berbagai macam alasan, yaitu ekonomi, keamanan, politik, dan lain-lain. Perpindahan itu juga disebabkan karena adanya bencana alam. Di Jawa Barat juga terjadi beberapa kali perpindahan pusat kerajaan. Barangkali, sebernarnya di Jawa Barat hanya terdapat sebuah kerajaan saja setelah keruntuhan kerajaan Tarumanegara menjelang akhir abad VII M, sedangkan nama-nama yang sekarang dianggap sebagai nama kerajaan adalah nama ibukota atau pusat kerajaan tersebut.
A.    Pusat Kerajaan Galuh
Perlu kita ketahui bahwa masyarakat Sunda masa lampau adalah masyarakat ladang yang senantiasa berpindah-pindah tempat sesuai dengan tingkat kesuburan tanah garapan mereka, maka terjadinya perpindahan pusat kerajaan ini pun, berhubungan dengan latar belakang sosial dan budaya. Jika dugaan itu benar, maka kerajaan Sunda telah beberapa kali berpindah pusat kerajaan yang dimulai dari Galuh dan berakhir di Pakwan Padjajaran.
Sebelum kita menyimpulkan apa gerangan nama kerajaan di Jawa Barat, ada baiknya jika melihat sebutan apa yang dikenal di luar Jawa Barat. Menurut berita Portugis yang berasal dari Tome Pires (1513), menyebut kerajaan yang berkuasa di Jawa Barat dan mengadakan hubungan dagang dengan Portugis “Regno de Cumba”  yang berarti kerajaan Sunda pada abad XVI. Demikian pula berita Antonio Pigafetta (1522) yang memberitakan Sunda sebagai daerah yang banyak menghasilkan lada. Juga dari beberapa sumber asli yang turut menyebutkan keberadaan kerajaan Sunda, sumber asli tersebut antara lain, adalah prasasti Rakryan Juru Pangambat tahun 932 M, ditemukan di desa Kebon Kopi Bogor, kutipannya yang berbunyi “memulihkan raja Sunda”. Sumber kesusastraan, Cerita Parahyangan akhir abad XVI menyebut Sunda sebagai nama kawasan. Demikian pula naskah Siksa Kanda ng Karesian tahun 1518 M, juga berita dari Cina zaman Dinasti Ming ( 1368-1643 M) menyebut adanya Sun-la. Dari bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah Jawa Barat umumnya dikenal dengan nama Sunda. Sedang nama lain yang berhubungan dengan daerah ini adalah nama pusat kerajaan.
Menurut naskah Kropak 406, Maharaja Terusbawa digantikan oleh Maharaja Harisdarma kemudian Harisdarma berputra Rahyang Tamperan lalu Rahyan Tamperan berputra Rahyang Banga. Dalam Cerita Parahyangan disebutkan bahwa Rahyang Tamperan adalah anak Sanjaya maka dengan demikian, tokoh Harisdarma pada K.406 adalah Sanjaya pada Cerita Parahyangan. Dari berita itu dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara Harisdarma atau Sanjaya, Tamperan, dan Banga adalah hubungan darah. Sedang hubungan antara Harisdarma dengan Terusbawa adalah mertua dengan menantu. Terusbawa menurut K.406 ini tidak lain adalah tokoh Tohaan di Sunda menurut Cerita Parahyangan yang disebutkan menjadi mertua Sanjaya, Ia adalah penguasa Pakwan Padjajaran. Dan berita ini dapat diartikan bahwa masa pendirian Pakwan Padjajaran kira-kira sejaman dengan Galuh yaitu sekitar awal abad VIII M.
Pada tahun 723 M, ditemukan prasasti Canggal yang menceritakan kemenangan Sanjaya. Prasasti ini berbahasa Sansekerta, selain menyebut nama Sanjaya, prasasti ini juga menyebut Sanna dan Sannaha. Disebutkan bahwa Sanjaya adalah anak Sannaha, saudara perempuan raja Sanna. Sanna adalah anak Mandiminyak dari hubungan gelap dengan Pwah Rababu istri dari Rahyang Sempakwaja. Rahyang Sempakwaja adalah kakak sulung Mandiminyak, raja Galuh. Dari hubungan itu lahirlah Sanna, rupanya Mandiminyak dari pernikahannya dengan sang permaisuri tidak memiliki putra mahkota lelaki, maka sepeninggal Mandiminyak ia digantikan oleh Sanna. Sedangkan, Sannaha adalah anak dari Mandiminyak dengan sang permaisuri. Dalam Cerita parahyangan disebutkan bahwa Sanna menikah dengan Sannaha dan dari pernikahan itu lahirlah Sanjaya. Cerita Parahyangan menghubungkan tokoh Sanjaya ini dengan pusat kerajaan Galuh, karena disitu dikatakan bahwa Sanna berkuasa di Galuh. Pada suatu ketika, terjadi rebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Rahyang Purbasora, saudara seibu raja Sanna. Sanna bersama keluarganya dibuang ke gunung Merapi hingga Sanjaya dewasa dan meminta perlindungan kepada saudara tua ayahnya di Denuh. Akhirnya Sanjaya bisa mengalahkan Rahyang Purbasora, sehingga dapat mengangkat dirinya sebagai raja di Galuh.
B.     Pusat kerajaan Pahajyan Sunda
Pada prasasti Sanghyang Tapak yang berbahasa Jawa Kuna dan hurufnya Kawi tahun 1030 M. dalam prasasti ini, nama tokoh yang disebut ialah Maharaja Sri Jayabhupati, sedangkan daerah kuasanya disebut Prahajyan Sunda. Prasasti ini juga menarik, karena gelar yang dipergunakan Jayabhupati ternyata sangat mirip dengan gelar raja Airlangga di Jawa Timur yang memerintah pada masa yang bersamaan pula. Tetapi, berdasarkan bahasa dan isi prasastinya itu sendiri, memang harus diakui bahwa tentulah ada hubungan tertentu antara Jawa Barat dan Jawa Timur pada waktu tersebut. Pernyataan Sri Jayabhupati berulangkali bahwa ia adalah “haji ri Sunda”, raja di Sunda, dapat dianggap sebagai usahanya untuk lebih meyakinkan orang akan kedudukannya sebagai raja Sunda. Prasasti berbahasa Sunda pada umumnya tidak memuat kutukan yang demikian mengerikan, tetapi berisi harapan bagi mereka yang melakukan apa yang dianjurkan dan memperoleh kebahagiaan, sedangkan yang melanggarnya, celaka. Prasasti yang dikeluarkan oleh Jayabhupati sebenarnya disebabkan karena ia sadar, dirinya adalah seorang yang berbudaya lain ditengah penduduknya yang berbudaya Sunda. Prasasti itu menyebutkan, bahwa pada tahun 1030 M Jayabhupati membuat tepek (semacam daerah larangan) di sebelah timur Sanghyang Tapak. Daerah larangan itu berupa sebagian dari sungai yang kemudian ditutup untuk segala macam penangkapan ikan. Sanghyang Tapak yang dimaksud pada prasasti itu, diduga tapak kaki yang ditemukan trepahat pada batu di puncak Gunung Perbakti, daerah Cicurug (Sukabumi).
Selanjutnya terbuka kemungkinan untuk menempatkan Sri Jayabhupati dalam suatu rangkaian kisah sejarah Sunda sebagai suatu kesatuan. Hal ini berarti bahwa prahajyan Sunda, kerajaan Sunda yang diperintah oleh Sri Jayabhupati itu merupakan suatu babak saja dari seluruh kisah kerajaan Sunda, jadi tidak merupakan suatu Negara atau kerajaan tersendiri. Menurut Cerita Parahyangan Rakeyan Darmasiksa sama dengan tokoh Sri Jayabhupati pada prasasti Sanghyang Tapak, maka dapat diduga bahwa pusat kerajaan Sunda pada masa pemerintahan Jayabhupati terletak di Pakwan Padjajaran, pusat kerajaan itu tidak lama kemudian berpindah lagi ke Kawali yang letaknya tidak jauh dari bekas pusat kerajaan Galuh pada masa Sanjaya.
Ditemukannya prasasti Horren menyebutkan bahwa penduduk kampung Horren merasa tidak aman karena ada kemungkinan datang musuh dari Sunda. Menurut Stutterheim, diduga prasasti ini berasal dari jaman Majapahit, maka sudah pasti prasasti itu berasal dari jaman setelah terjadinya peristiwa Bubat pada tahun 1357.
C.    Pusat Kerajaan Kawali
Pada jaman siapa pusat pemerintahan berpindah dari Pakwan Padjajaran ke Kawali, tidak dapat ditentukan dengan pasti. Menurut prasasti yang ditemukan di kampung Astanagede (Kawali) dapat diketahui bahwa pada masa pemerintahan Prabu Raja Wastu pusat kerajaan telah berada disitu. Dapat diperoleh keterangan bahwa Prabu Raja Wastu yang bertahta di kota Kawali dengan keratonnya bernama Surawisesa.
Prabu Raja Wastu pada prasasti Kawali ini merupakan tokoh yang sama dengan Rahyang Niskala Wastu Kancana, pada prasasti Batutulis dan Kebantenan yaitu kakek Sri Baduga Maharaja. Hal ini memberikan kemungkinan, bahwa Prabu Wastu memerintah di Kawali setelah meninggal kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Rahyang Ningrat Kencana pada prasasti Kebantenan atau Rahyang Dewa Niskala pada prasastiBatutulis. Dalam prasasti Kebantenan disebutkan bahwa Rahyang Ningrat Kencana adalah tokoh yang digantikan oleh Susuhunan di Pakwan Padjajaran, hingga dapat ditentukan bahwa Susuhunan adalah Sri Baduga Maharaja yang disebutkan dalam prasastiBatutulis.
Menurut prasasti Batutulis Rahyang Niskala Wastu Kencana dimakamkan di Nusalarang, sedangkan Rahyang Dewa Niskala di Gunatiga. Namun, berita ini bertentangan dengan Cerita Parahyangan yang menyebutkan bahwa tokoh Dewa Niskala atau Ningrat Kencana ini tidak disebutkan namanya, tetapi dikatakan sebagai Tohaan di Galuh. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sampai pada masa pemerintahannya, pusat kerajaan Sunda masih terletak di Galuh tepatnya di sekitar kota kecil Kawali sekarang.
Menurut Pararaton, di tahun 1357 M terjadi peristiwa yang dikenal dengan Pasundan-Bubat, suatu pertikaian politik antara kerajaan Majapahit dan Sunda. Dari Cerita Parahyangan sudah jelas bahwa yang memerintah ketika itu ialah Prebu Maharaja, karena dikatakan memerintah selama tujuh tahun. dapat diperkirakan bahwa ia mulai menjadi raja pada tahun 1350 M, bersamaan dengan naik tahtanya Hayam Wuruk di Majapahit. Dalam pertempuran Bubat, hamper seluruh pasukan Sunda gugur. Cerita Parahyangan memberitakan bahwa sang raja masih mempunyai seorang anak yang dikenal dengan Niskala Wastu Kencana pada prasasti Kawali, Batutulis, dan Kebantenan. Ketika terjadi peristiwa Bubat, Wastu Kencana masih kecil sehingga pemerintahannya sementara diserahkan kepada pengasuhnya yaitu Hyang Bunisora.
Menurut Cerita Parahyangan dengan berpegang pada tahun 1579 yaitu tahun keruntuhan kerajaan Sunda, maka dapat ditentukan bahwa Hyang Bunisora memerintah selama 14 tahun, bukan enam tahun. adanya selisih tahun ini disebabkan karena perbedaan menafsirkan kata sadewisada yaitu lamanya masa pemerintahan raja Sunda terakhir Nusiya Mulya, yang seharusnya 12 tahun, menjadi 20 tahun. dengan demikian Hyang Bunisora memerintah pada 1357-1571 M.
Setelah dewasa Wastu Kencana menerima kembali tampuk pemerintahan dari Hyang Bunisora. Ia memerintah cukup lama yaitu 104 tahun, hal ini disebabkan karena Wastu Kencana selama memerintah selalu baik dalam menjalankan agama, serta memperhatikan kesejahteraan rakyat. Dibandingkan pemberitaan dengan raja-raja yang lain cukup menarik bahwa khusus tentang Prabu Niskala Wastu Kencana dalam Cerita Parahyangan menyediakan cukup banyak tempat dan isinya berupa pujian terhadap raja dan yang lain cukup satu atau dua kalimat saja.
Prabu Niskala Wastu Kencana memerintah selama 104 tahun (1371-1471 M), kemudian digantikan anaknya yang bernama Tohaan di Galuh ia memerintah selama tujuh tahun. ia memerintah tidak lama karena salah tindak jatuh cinta kepada wanita terlarang dari luar.
D.    Pusat Kerajaan di Pakwan Padjajaran
Ningrat Kencana atau Tohaan di Sunda digantikan oleh anaknya sendiri yaitu Sang Ratu Jayadewata menurut Cerita Parahyangan ia memerintah selama 39 tahun. pada prasasti Kebantenan, tokoh ini disebut sebagai Susuhunan di Pakwan Padjajaran. Dalam prasati Batutulis disebut dengan nama Prabu Gurudewataprana, Sri Baduga maharaja Ratu Haji di Pakwan Padjajaran Sri Sang Ratu Dewata. Nama yang terakhir ini boleh dikatakan sama dengan yang sama-sama mengandung unsur dewata. Suatu hal yang menarik baik kraton Kawali maupun kraton Pakwan Padjajaran sama-sama mengandung arti sura, suatu hal yang masih dilanjutkan pada nama kraton Banten yaitu surasowan Surakarta atau Jayakarta suatu tempat yang sebelum jatuh ke tangan Islam bernama Sunda Kelapa.
Menurut Cerita Parahyangan, Sang Ratu Jayadewata menjalankan pemerintahannya berdasarkan kitab-kitab hukum yang berlaku, sehingga pemerintahannya berjalan dengan aman dan tentram. Pada masanya sudah ada penduduk kerajaan Sunda yang beralih agama. Berita Portugis yang berasal dari Tome Pires (1513), di Cimanuk kota pelabuhan yang sekaligus menjadi batas kerajaan Sunda disebelah timur banyak dijumpai orang Islam. Tetapi menyebarnya pengaruh Islam ini sudah diperhitungkan juga oleh Ratu Jayadewata.
Oleh berita Portugis pada tahun 1512 M dan 1521 M, Ratu Samiam atau Sanghyang dari kerajaan Sunda memimpin perutusan ke Malaka. Tetapi, ketika pada tahun 1522 M Hendrik de Leme memimpin perutusan Portugis ke Sunda yang beribukota di Dayo (kota), Ratu Samiam sudah berkuasa disana sebagai raja. Jika dikaitkan dengan Cerita Parahyangan, maka berarti bahwa Ratu Samiam nama lain dari Prabu Surawisesa, seorang raja yang gagah dan berani, yang menggantikan Sang Ratu Jayadewata dan memerintah selama 14 tahun (1521-1535 M). Ketika Prabu Ratudewata naik takhta masa pemerintahannya merupakan masa yang penuh derita.
Jatuhnya Sunda Kalapa, pelabuhan terbesar kerajaan Sunda ke tangan pasukan Islam pada tahun 1527 M, telah menyebabkan terputusnya hubungan antara pusat kerajaan Sunda yang terletak dipedalamn dengan daerah luar. Bala bantuan Portugis tidak pernah bisa sampai ke Dayo karena keadaan pada waktu itu tidak memungkinkan. Jalan niaga kerajaan Sunda satu-persatu jatuh ketangan Islam, sehingga raja hanya bisa bertahan di pedalaman. Prabu Ratu Dewata yang menggantikan Surawisesa, malah hidup sebagai raja pendeta dan tidak menghiraukan kesejahteraan rakyatnya. Pada masa pemerintahannya terjadi serangan-serangan yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Raja yang kemudian menggantikannya Sang Ratu Saksi (1543-1551 M), adalah seorang yang kejam dan Cuma main perempuan saja. Demikian pula penggantinya, Tohaan di Majaya (1551-1567 M), ia malah memperindah keratin, mabuk-mabukan, berfoya-foya serta melupakan tugasnya sebagai raja. Maka pada masa pemerintahan Nusya Mulya, raja terakhir, Negara pun sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Kerajaan Sunda dikalahkan oleh Islam pada akhir masa pemerintahannya.
2.      Struktur Kerajaan dan Birokrasi
Menurut catatan perjalanan Tome Pires dan sebuah naskah yang berasal dari tahun 1518 M yaitu, Sanghyang Siksakanda ng Karesian. Maka berdasarkan bahan-bahan yang ada itu, barangkali dapatlah disusun struktur kerajaan Sunda pada masa itu sebagai berikut. Ditingkat pemerintahan pusat, kekuasaan tertinggi berada di tangan raja. Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, raja dibantu oleh mangkubumi yang membawai beberapa orang nu nangganan. Disamping itu, terdapat pula putra mahkota, yang akan menggantikan kedudukan sang raja, jika raja meninggal dunia atau mengundurkan diri untuk mengurus daerah-daerah yang luas, raja dibantu oleh beberapa orang raja daerah. Raja-raja daerah itu dalam melaksanakan tugas mereka sehari-hari bertindak sebagai raja yang merdeka, tetapi mereka tetap mengakui raja sunda yang bertahta di Pakwan Pajajaran atau Dayo sebagai junjungan mereka. Dalam keadaan raja tidak meninggalkan pewaris tahta, maka salah seorang raja dari daerah-daerah itu dapat dipilih untuk menggantikan kedudukan sang raja sebagai raja besar dan bertahta di Pakwan Pajajaran. Sementara itu, untuk mengurus masalah yang langsung berhubungan dengan perniagaan, dikeenam buah bandarnya, raja di wakili oleh syah Bandar, yang bertindak untuk dan atas nama raja sunda di daerah yang mereka kuasai masing-masing. Struktur kerajaan yang seperti itu, rupanya yang paling sesuai dengan kodrat Kerajaan Sunda.
3.      Kehidupan Masyarakat Sunda
A.    Masyarakat Ladang
            Menurut naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian, memberikan keterangan cukup jelas tentang keadaan kelompok-kelompok masyarakat  kerajaan Sunda pada masa itu. Keadaan kelompok-kelompok itu tidak disebutkan berdasarkan katajenjang (hierarki) di dalam sistem birokrasi pemerintahan, tetapi pembagiannya berdasarkan fungsi yang dimiliki masing-masing kelompok itu, adanya kelompok ekonomi yang kemudian terbagi lagi kedalam beberapa golongan. Golongan tersebut dapat dibedakan seperti.
a). Kelompok masyarakat berdasarkan ekonomi yaitu : orang utas, pelukis, pandai tembaga, pandai mas, pandai gelang, pandai besi, pembuat wayang, penabuh gamelan, pembuat gamelan, penari, badut, dll.
b). Kelompok masyarakat yang bertugas sebagai alat negara yaitu : mantri, penjaga keamanan, prajurit, tentara, pemerang, dan jabatan dibawah mangkubumi.
c). Kelompok rohani dan cendekiawan terdiri dari memen (dalang) yang mengetahui berbagai macam cerita, paraguna yang mengetahui berbagai macam lagu dan nyanyian, hempul yang mengetahui berbagai macam permainan, prepantun yang mengetahui berbagai macam macam carita pantun.
            Semua kelompok masyarakat yang disebutkan diatas, di dalam melaksanakan darma atau tugas masing-masing sesuai dengan fungsinya, disebut ngawakkan tapa di nagara ( melaksanakan tapa ditengah negara). Pada masa kerajaaan Sunda juga sudah terdapat orang-orang yang memperoleh penghasilan yang tidak disukai masyarakat umumnya. Pekerjan itu antara lain merogo, mencopet, merebut, merampas, memasuki rumah orang, dan membegal. Matapencarian seperti itu disebut cekap carut, sesuatu yang pantang diturut, dan hal-hal seperti itu disebut sebagai guru nista, yaitu hal-hal yang dianggap sangat nista atau hina.
            Kerajaan Sunda adalah sebuah negara yang umumnya hidup dari pertanian terutama dari perladangan. Bukti-bukti atau petunjuk tentang masyarakat ladang ini, ditemukan dalam sumber-sumber sastra tulis maupun sastra lisan. Kehidupan diladang akan membentuk  manusia ang berwatak masyarakat ladang. Ciri yang menonjol masyarakat ini ialah selalu berpindah tempat, yang secara langsung turut memberi pengaruh terhadap bentuk bangunan tempat yang mereka tinggali. Masyarakat lading biasanya bertempat tinggal di ladangnya masing-masing, sehingga mereka hidup terpencil dari peladang lain yang menjadi tetangganya. Kerajaan Sunda mempunyai enam buah Bandar yang cukup ramai dan penting. Melalui keenam Bandar itulah dilakukan usaha niaga dengan daerah atau negara lain. Barang-barang dagangan yang merupakan sumber penghasilan kerajaa sunda pada umunya berupa bahan makanan dan lada.  Bandar-bandar kerajaan sunda oleh Tome Pires digambarkan sebagai berikut :
1        Banten , merupakan sebuah kota niaga yang baik, terletak di tepi sebuah sungai. Kota itu dikepalai oleh seorang syahbandar. Wilayah niaganya mencapai Sumatra dan Maladewa.
2        Pontang, merupakan sebuah kota yang besar, jalur niaga dan barang-barang yang diperdagangkan beras, makanan dan lada.
3        Cigede, juga sebuah kota yang besar. Perniagaan dari Bandar ini dilakukan dengan Priaman, Andalas, Tulangbawang, Sekampung dll.
4        Tamgara, yang juga termasuk kota yang besar. Barang niaganya sama seperti Bandar-bandar diata.
5        Kalapa, merupakan kota yang sangat besar, adalah pelabuhan kerajaan Sunda yang terpenting dan terbaik. Hubungan niaganya juga lebih luas, antara lain dengan Sumatra, Palembang, Lawe, Tanjungpura, Malaka, Makasar, Jawa dan Madura.
6        Cimanuk, merupakan pelabuhan kerajaan sunda yang paling timur, sekaligus menjadi batas kerajaan. Walaupun Bandar ini dikatakan sebagai sebuah Bandar yang besar dan cukup ramai, tetapi juga tidak dapat merapat. Di Bandar ini sudah banyak berdiam orang-orang  yang beragama islam, walaupun syahbandarnya sendiri masih seorang yang beragama sunda.
            Agama dan Budaya
            Agama dan budaya yang berkembang di kerajaan Sunda sangat identik dengan kebudayaan hindu. Pengaruh hindu ini rupanya cukup kuat, sehingga di dalam naskahsawakandarma yang juga disebut serat dewabuda yang berasal dari tahun 1357 kasa atau 1435 M, masih kita temukan nama-nama para dewa agama hindu seperti Brahma, Wisnu, dan lain-lain. Menurut naskah Sanghyang Siksa, pada masa kerajaan Sunda yang berlangsung sejak awal abad 8 hingga  menjelang akhir abad ke 16 M, kehidupan keagamaan kerajaan Sunda itu bercorak Hindu-Buddha yang telah berbaur dengan unsur agama leluhur sebelumnya. Sementara hasil kebudayaan yang berkembang pada masa itu diantaranya seni sastra, lukis, ukir, gamelan, dan sebagainya.

sumber : http://nafhiloverz.blogspot.co.id/2014/06/kerajaan-sunda.html

Pupuh

PUPUH SUNDA NU 17

17 PUPUH SUNDA:

PERPADUAN ANTARA SENI SASTRA SARTA SENI SORA


Naon ari Pupuh téh ? Pupuh nyaéta karya sastra ngawangun puisi anu kaasup bagian tina hasanah sastra Sunda. Ari Pupuh téh terikat ku patokan (aturan) pupuh mangrupa guru wilangan, guru lagu, sarta watek. Guru wilangan nyaéta jumlah engang (suku kecap) unggal padalisan (larik/baris). Guru lagu nyaéta sora panungtung (sada vokal ahir) unggal padalisan. Sedengkeun watek nyaéta karakteristik eusi pupuh.

Jumlah pupuh kabéhanana aya 17 jenis pupuh kabagi kana dua kategori, nyaéta 4 jenis pupuh nu kaasup kana Sekar Ageung sarta 13 jenis pupuh séjénna kaasup kana Sekar Alit. Pupuh Sekar Ageung bisa ditembangken (dinyanyikan) kalayan ngagunakeun leuwih ti hiji jenis lagu, sedengkeun pupuh Sekar Alit ngan bisa ditembangken ku hiji jenis lagu waé. Di handap ieu nyaéta 17 jenis pupuh anu dimaksad:


Sekar Ageung
Pupuh Kinanti
Pupuh Sinom
Pupuh Asmarandana
Pupuh Dangdanggula


Sekar Alit
Pupuh Balakbak
Pupuh Durma
Pupuh Gambuh
Pupuh Gurisa
Pupuh Jurudemung
Pupuh Ladrang
Pupuh Lambang
Pupuh Magatru
Pupuh Maskumambang
Pupuh Mijil
Pupuh Pangkur
Pupuh Pucung
Pupuh Wirangrong

Saban dina 17 jenis pupuh di luhur ngabogaan jumlah padalisan anu henteu sarua,nya kitu ogé perkawis patokan pupuh mangrupa guru wilangan, guru lagu, sarta watek 17 jenis pupuh di luhur éta ogé béda. Di handapeun salengkepna bisa ditempo bédana:

KINANTI
Watek:
Ngagambarkeun rarasaan keur ngadagoan (nungguan), salempang (deudeupeun), atawa rasa nyaah (kanyaah).
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
8-u, 8-i, 8-a, 8-i, 8-a, 8-i


SINOM
Watek:
Ngagambarkeun rasa atoh (gumbira) atawa rasa nyaah (kadeudeuh).
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
8-a, 8-i, 8-a, 8-i, 7-i, 8-u, 7-a, 8-i, 12-a


ASMARANDANA
Watek:
Ngagambarkeun rasa asmara (kabirahian), asih kaasih (deudeuh asih), atawa rasa nyaah (nyaah).
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
8-i, 8-a, 8-é/o, 8-a, 7-a, 8-u, 8-a


DANGDANGGULA
Watek:
Ngagambarkeun rasa kedamaian (katengtreman), keindahan (kawaasan), keagungan (kaagungan), atawa kegembiraan (kagumbiraan).
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
10-i, 10-a, 8-é/o, 7-u, 9-i, 7-a, 6-u, 8-a, 12-i, 7-a

BALAKBAK
Watek:
Ngagambarkeun lelucon (heureuy) atawa komedi (banyol).
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
15-é, 15é, 15-é


DURMA
Watek:
Ngagambarkeun rasa ambek (ambek), badag haté (gedé haté), atawa sumanget (sumanget)
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
12-a, 7-i, 6-a, 7-a, 8-i, 5-a, 7-i


GAMBUH
Watek:
Ngagambarkeun rasa hanjelu (kasedih), hésé (kasusah), atawa nyeri haté (kanyeri).
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
7-u, 10-u, 12-i, 8-u, 8-o


GURISA
Watek:
Ngagambarkeun jelema anu keur ngalamun (ngalamun) atawa ngalamun kosong (malaweung)
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a


JURU DEMUNG
Watek:
Ngagambarkeun rasa bingung, hésé kalayan naon anu kudu dipigawé (pilakueun).
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
8-a, 8-i, 8-a, 8-i, 8-a, 8-i


LADRANG
Watek:
Ngagambarkeun rasa lelucon (banyol) jeung maksud menyindir (nyindiran)
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
10-i, 4-a (2x), 8-i, 12-a


LAMBANG
Watek:
Ngagambarkeun rasa lelucon (banyol) tapi banyol anu ngandung hal anu kudu dipikirkeun.
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
8-a, 8-a, 8-a, 8-a


MAGATRU
Watek:
Ngagambarkeun rasa hanjelu, penyesalan (handeueul) ku laku-lampah sorangan, atawa menasehati (mapatahan).
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
12-u, 8-i, 8-u, 8-i, 8-o


MASKUMAMBANG
Watek:
Ngagambarkeun rasa kahanjelu (kanalangsaan), hanjelu kalayan nyeri haté.
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
12-i, 6-a, 8-i, 8a


MIJIL
Watek:
Ngagambarkeun rasa bersedih (kasedih) tapi kalayan pinuh harepan.
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
10-i, 6-o, 10-é, 10-i, 6-i, 6-u


PANGKUR
Watek:
Ngagambarkeun rasa ambek (ambek) anu tersimpan dina haté atawa nyanghareupan pancén anu beurat.
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
8-a, 11-i, 8-u, 7-a, 12-u, 8-a, 8-i


PUCUNG
Watek:
Ngagambarkeun rasa ambek (ambek) ka diri sorangan, atawa cua (keuheul) alatan henteu sapuk haté.
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
12-u, 6-a, 8-é/o, 12-a


WIRANGRONG
Watek:
Ngagambarkeun rasa éra (kawiwirangan), éra ku laku-lampah sorangan.
Guru Wilangan sarta Guru Lagu:
8-i, 8-o, 8-u, 8-i, 8-a, 8-a

Kamus B Sunda

Salain tina aksara sunda sim kuring oge didieu ngaayakeun kamus, rehna mugi manfaat 

Kamus Basa Sunda


 


SUNDA – INDONESIA ( A,B,C,D,E )
A
Aang = Kakak
Abah = Bapak
Abdi (sim) = Saya
Abot = Berat
Acan = Belum
Acuk / Raksukan = Pakaian
Adat = Tabiat
Adeuk = Akan
Adi = Adik
Adigung = Angkuh
Adil = Adil
Agan = Tuan
Ageung = Besar
Agul = Bangga / Sombong
Aheng = Aneh / Ganjil
Aing (kasar) = Saya
Ajag = Srigala
Ajeng = Mengajukan
Ajleng /Ngajleng = Lompat / Melompat
Akang = Kakak
Akar = Akar
Aki = Kakek
Aksara = Tulisan / Huruf
Ali = Cincin
Alim = Tidak Mau
Alit = Kecil
Almenak = Almanak
Alo = Keponakan
Alung = Lempar
Alus,Sae = Bagus
Amang / Emang = Paman
Amarah = Emosi
Ambeh = Agar
Ambek = Marah
Ambekan = Hawa Nafsu
Ambeu = Mencium Bau
Ambu = Ibu
Ameng = Bermain
Amis = Manis
Ampar = Tilam
Ampir = Hampir / Nyaris
Anak = Anak
Ancin = Sedikit Makan
Anclub = Turun ke air
Ancur = Hancur
Andiprek = Lesesan
Anduk = Handuk
Angel / Anggel = Bantal
Angger = Tetap
Anggo = Pakai
Anggoan = Pakaian
Angkat = Pergi
Angkeng = Pinggang
Angkeub = Mendung
Angkeut = Dagu
Anjang = Mengunjungi
Anjeun = Anda / Kamu
Anjeunna = Dia/ia/beliau
Anom = Muda
Antawis = Antara
Anteur = Antar
Antos = Tunggu
Antuk / Antukna = Akhirnya
Anu/nu = Yang
Anyar = Baru
Aos = Baca
Apa = Bapak
Apal = Hafal
Api-api = Pura-pura
Aprak = Jelajah
Apu = Batu Kapur
Arek / Rek = Akan
Areung = Arang
Arit = Celurit
Artos = Uang
Asa = Sepertinya
Asak = Masak / Matang
Asin = Asin
Astana = Pekuburan
Astra = Wajah
Asup = Masuk
Atah = Mentah
Atanapi = Atau
Atawa = Atau
Ateul = Gatal
Atik = Didik / Ajar
Atikan = Ajaran
Atoh = Senang
Atos = Sudah
Atra / Jatra = Jelas
Awak = Tubuh/Badan
Awang-awang = Angkasa
Awewe = Perempuan / Wanita
Awi = Bambu
Awis = Mahal
Awon = Jelek
Aya = Ada
Ayak = Saring
Ayakan = Saringan
Ayeuna = Kini/Sekarang
B
Babar = Lahir
Babaturan = Teman
Badag = Besar
Bade = Akan
Bagean = Bagian
Bagel / Ngabagel = Keras / Mengeras
Bagja = Bahagia
Bagong = Ba-bi Hutan
Baham = Mulut
Baheum = Kulum
Bahe = Tumpah
Baheula = Dahulu
Bajing = Tupai
Bakal = Akan
Balad = Teman
Balanak = Belanak
Balang = Lempar
Balangsak = Melarat / Miskin
Baledog = Lempar
Baleg = Dewasa
Baleuy = Tidak terlalu panas
Balik = Pulang
Balong = Kolam
Balung = Tulang
Bancet = Katak Berekor (anak katak)
Bangga = Ribet
Bangir = Mancung (Hidung)
Bangkawarah = Kurang Ajar
Bangke = Bankai
Bangkong = Katak
Bangkuang = Bengkuang
Bango = Bangau
Bantos = Bantu
Bantun = Bawa
Baraya = Saudara
Bared = Tergores
Bareuh = Bengkak
Bari (katuangan) = Basi
Baruk = Begitukah ?
Barusuh = Sariawan
Basa = Bahasa
Basa = Ketika, Saat
Baseuh = Basah
Basisir = Pesisir
Bati = Laba
Batur = Orang Lain
Bau = Bau
Bawa = Bawa
Bayah = Paru-paru
Bayawak = Biawak
Bayeungyang = Gerah
Bayuhyuh = Gemuk
Beak = Habis
Beas = Beras
Bebene = Kekasih
Bedegong = Bandel
Bedil = Senjata Laras Panjang
Bedog = Golok
Begal = Perampok
Begang = Kurus
Begu = Anak ****
Beha = Bra
Beja = Kabar / Berita
Beke = Pendek
Bekong = Mug Besar
Belegug = Bodoh / Tolol
Belejog / Kabelejog = Tipu / Tertipu
Belenyeh = Tertawa Kecil
Belesek = Amblas
Belet = Bodoh
Bencong = Waria
Bendu = Marah
Bener = Benar
Bengkok = Lengkung / Melengkung
Bengkung = Bongkok / Lengkung
Bentang = Bintang
Bentar = Sambar (Petir)
Benten = Beda
Bere / Mere = Beri / Memberi
Berehan = Sopan
Beresih = Bersih
Beresin = Bersin
Berkat = Bingkisan
Beuheung = Leher
Beulah = Belah
Beuleum = Bakar
Beuli = Beli
Beulit = Lilit
Beungeut = Wajah
Beunghar = Kaya
Beungkeut = Ikat
Beurang = Siang
Beurat = Berat
Beureum = Merah
Beurit = Tikus
Beusi = Besi
Beuteung = Perut
Bewara = Berita
Biang = Ibu
Biantara = Pidato
Bieu = Barusan
Bikang = Betina
Bilatung = Belatung
Binangkit = Kreatip
Bingah = Gembira
Bingah = Geraham
Bingung = Kalut
Bireuk = Tidak kenal
Bisluit = SK = Surat keputusan
Bitis = Betis
Bitu = Meledak
Biwir = Bibir
Bobo = Tidur
Bobo = Lapuk
Boboko = Bakul
Bobos = Kentut
Bobotoh = Pendukung
Bodas = Putih
Bodo = Bodoh
Bodor = Lawak
Boga = Punya
Bojo = Isteri
Boloho = Bodoh
Bolokot = Kotor oleh Lumpur
Bongoh = Lengah
Bosen = Bosan
Buah = Mangga
Budah = Buih
Budak = Anak
Bueuk = Burung Ahntu
Bujal = Udel
Bujangan = Jejaka
Bujur = Pantat
Buk-Bak = Obrak-Abrik
Buktos = Bukti
Buku = Buku
Bulan = Bulan
Bulao = Biru
Buleud = Bulat
Bumi = Rumah
Bungah = Gembira
Buni = Tersembunyi
Buntut = Ekor
Bureuteu = Gendut
Buru = Lekas
Buruan = Halaman rumah
Buruh = Upah
Burung = Gila
Butuh = Perlu
Butut = Jelek
Buyur = Anak Katak

Rabu, 20 Januari 2016

Mantra

Mantra sunda

Mantra nya éta karya sastra wangun puisi nu dianggap miboga kakuatan gaib tur henteu bisa dipaké sagawayah. Kecap mantra asalna tina basa Sansekerta nu hartina jampé-jampé; ucapan nu ngandung kakuatan goib .

Papasingan Mantra

Ditilik tina eusina mantra dibagi jadi genep rupa nya éta jangjawokan, asihan, jampé, ajian, singlar, jeung rajah

Jangjawokan[édit | édit sumber]

Jangjawokan dipapatkeun upama rék milampah hiji pagawéan, anu dipalar sangkan kahontal hasilna, tur anu ngalampahkeunana aya dina karahayuan [2] . Upamana di mana rék turun, leumpang, diuk, nangtung, midang, nganjang, masamoan, keupat, seuri, ngadeuleu, nyiuk béas, ngisikan, dahar, nginum, nyeupah, jeung sajabana [2].

JANGJAWOKAN DIPUPUR
Pupur aing pupur panyambur
Panyambur panyangling rupa
Nylain rupa ti déwata
Nyalin sari ti widadari
Nya tarang lancar mentrangan
Nya halis katumbirian
Nya irung kuwung-kuwungan
Dideuleu ti hareup sieup
Disawang ti tukang lenjang
Ditilik ti gigir lenggik
Mangka welas mangsa asih ka nu dipupur
Diténjo ku saider buana kabéh [1] [2] .

Asihan[édit | édit sumber]

Asihan atawa pélét dipapatkeun pikeun ngawasa sukma nu lian, anu dipikacinta, sangkan bogoheun jeung sangkan anu mapatkeun éta asihan pinunjul kakasépanana atawa kageulisanana, nepi ka saréréa padaasih, padanyaah, padaresep, upamana awéwé ku lalaki atawa lalaki ku awéwé, ku atasan, atawa ku dunungan [2].
ASIHAN SI BURUNG PUNDUNG
Asihan kuring si burung pundung
maung pundung datang amum
badak galak datang depa
oray laki datang numpi
burung pundung burung cidra ku karunya
malik welas malik asih ka awaking [1] [2].

Ajian[édit | édit sumber]

Ajian dipapatkeun pikeun ngadatangkeun kakuatan, kabedasan, meunang karahayuan jiwa, raga jeung pakaya, gedé kawani, ludeungan, henteu keuna ku rupa-rupa balai jeung wisaya, bedas, awét ngora [2].
AJIAN KABEDASAN
Dampal suku ngabatu datar
Bitis ngabatu wilis
Nyurup ka badanna
Nyurup ka sungsumna
Getih sabadan
Bedas ngala ka aki [1] [2].

Singlar[édit | édit sumber]

Singlar dipapatkeun pikeun nyinglar atawa nyingkahkeun hal-hal anu teu dipikahayang, saperti kasakit, siluman-siluman jeung sajabana, nyinglar jurigkuntilanaklelembut, anu sakirana sok ngagangu ka manusa [2].

SINGLAR KA MUSUH
Curulung cai ti manggung
Barabat ti awang-awang
Cai tiis tanpa bisi
Mun deuk nyatru ka si itu
Mun deuk hala ka si éta
Anaking palias teuing [1] [2].

Jampé[édit | édit sumber]

Jampé biasana dipapatkeun pikeun ngubaran atawa ngaleungitkeun kasakit, kanyeri, kacilakaan, sangkan cageur [2]. Upamana baé lamun kabeureuyan, dicoco kala, katerap kasakit puru rawit, jéngkoleun [2].
Jampe Ngarah Calakan
Bismillah
Otak éncér lir paser jamparing
Panon seukeut lir panon heulang
Haté ngagebray caang lir srangéngé
Biwir matuh saciduh metu saucap nyata
Bray paningal pinuh ninditu ka awaking [2]

Rajah[édit | édit sumber]

Rajah biasana dipapatkeun pikeun kasalametan, henteu kakeunaan ku hal-hal anu teu dipikahayang. [1] [2] Baheula mah rajah sok dipaké paranti ari ngambah tempat nu sanget, rék muka pihumaeun, nyieun babakan, rék nyicingan hiji tempat, rék migawé kai pibahaneun, nalukkeun silumansiluman, nulak gawé anu jail, paranti ari ngaruat, paranti ari caah atawa hujan, paranti pamunah impian goréng, dijauhkeun tina gangguan ruparupa dedemit jeung siluman[2]
RAJAH CITRA KASUNYIAN
Hong citra kasunyian
Hong citra kasundulan
Jleg bumi
Jleg manusa
Jleg sétan
Manusa wisésa
Sétan sampurna
Sampurna kersaning Alloh
Asahadu Alla Illaha Ilalloh
Waashadu Anna Muhammadar Rasululloh 
Sumber : Wikipedia