Rabu, 03 Februari 2016

MARIPI






Gunung tampa tuTugan,
Gunung Galunggung Kapung…kur
Gunung Su..medang kaTun..jah
Talaga sok gawayah, ramencik, tengah Leuweung
Lakung sungkun sumoreang ngan teu diteang
Tarima… lagawayahna ‘rah ngencik
Di te...ngah leuweung

*)Engklak-engklakan, Maripi lucu pisan
Barudak urang ngariung di buruan
Engklak-engklakan, Maripi lucu pisan
Barudak urang ngariung di buruan
Burudul sina ti kidul, Gotongan parabot degung
Tatak kendang kulit maung
Kirang rawat hore kurunyung …..*)
Berebet sina ti kaler, Gotongan parabot topeng
Tatak kendang kulit banteng
Kirang rawat hore dorengeng

Dadap canting dina Gawir ngaJa…jalar
Paantay-antay mana gening
Awi temen awi Gombong daUnna pating aRurag
KateBak ku angin Bagja  geu…eus haDe
KuLincir disada tiPeuting koreak, pating koceAk
Koreak paTing koceak……..*)

Borojol sina ti kulon, Gotongan dog-dog jaipong
Tatak kendang kulit bagong
Kirang rawat hore boronyoy….. *)

Pakeman Basa ( Idiom )



Pakeman Basa ( Idiom )




 
Ieu gaduh peperinian pakeman basa, bilih aya nu meryogikeun mangga nyanggakeu

Pakeman Basa ( Idiom )
Pakeman basa mangrupa wangunan basa anu husus tur mandiri sarta harti nu dikandungna henteu bisa dihartikeun sajalantrahna nurutkeun harti tata basa atawa harti nu dikandung ku unsur2 pangwangunna .
Pakeman basa dina basa kostana disebut idiom, asalna tina basa Yunani idios hartina has, mandiri, husus atawa pribadi.
Pakeman basa teh lahir ku ayana rupa2 cara enggoning nyebut atawa mere ngaran kana sagala rupana nu kanyahoan ku urang (katenjo, kadenge, kaambeu, karasa jeung kapikir). Cara2na mere ngaran (sesebutan) teh bisa nurutkeun tiruan sora, sasaruaan, bahan, tempat asalna, nu nyieunna, nu nimuna, sipatna, sabagian anggapan jeung lian ti eta.

Kerajaan Siliwangi

Kerajaan Siliwangi



PERJALANAN SANG PRABU SILIHWANGI

Kisah Prabu Siliwangi sangat dikenal dalam sejarah Sunda sebagai Raja Pajajaran. Salah satu naskah kuno yang menjelaskan tentang perjalanan Prabu Siliwangi adalah kitab Suwasit.Kitab yg di tulis dngn menggunakan bhs.sunda kuno di dalam selembar kulit Macan putih yg di temukan di desa pajajar Rajagaluh jawa barat.
Prabu Siliwangi seorang raja besar pilih tanding sakti Mandraguna,Arif  & Bijaksana Memerintah Rakyatnya di kerajaan Pakuan Pajajaran Putra Prabu Anggalarang atau Prabu dewa Niskala Raja dari kerajaan Gajah dari dinasti Galuh yang berkuasa di Surawisesa atau Kraton Galuh di Ciamis Jawa barat.
Pada masa mudanya dikenal dengan nama Raden Pamanah Rasa. Sejak kecil beliau Diasuh oleh Ki Gedeng Sindangkasih, seorang juru pelabuhan Muara Jati di kerajaan singapura
(seblum bernama kota cirebon).
Setelah Raden pemanah Rasa Dewasa & sudah cukup ilmu yg di
ajarkan oleh ki gedeng sindangkasih.
Beliau kembali ke kerajaan Gajah untuk Mengabdi kepada ayahandanya prabu Angga Larang/dewa Niskala.
Setelah itu Raden pemanah Rasa Menikahi Putri  ki gedeng sindangkasih.
Yg bernama nyi Ambet kasih.
Ketika itu Kerajaan gajah dalam pemerintahan Prabu dewa Niskala atau prabu Angga Larang sedang dlm masa keemasanya.
Wilayahny terbentang Luas dari Sungai Citarum Di karawang yg berbatasan Langsung dengan kerajaan Sunda,smpai sungai ci-pamali berbatasan Dengan Majapahit.
Silsilah Prabu Siliwangi sebagai keturunan ke-12 dari Maharaja Adimulia.
MAHA RAJA ADI MULYA / RATU GALUH AJAR SUKARESI Menikahi Dewi Naganingrum / Nyai Ujung Sekarjingga berputra :
PRABU CIUNG WANARA berputra :
SRI RATU PURBA SARI  berputra :
PRABU LINGGA HIANG berputra :
PRABU LINGGA WESI berputra :
PRABU SUSUK TUNGGAL berputra :
PRABU BANYAK LARANG berputra :
PRABU BANYAK WANGI berputra :
PRABU MUNDING KAWATI / PRABU LINGGA BUANA berputra :
PRABU WASTU KENCANA ( PRABU NISKALA WASTU KANCANA )berputra :
PRABU ANGGALARANG ( PRABU
DEWATA NISKALA ) menikahi Dewi Siti Samboja / Dewi Rengganis berputra :
SRI BADUGA MAHA RAJA PRABU SILIHWANGI/PRABU PEMANAH RASA (1459-1521M)
Pada suatu Hari Prabu AnggaLarang Geram karna Banyak dari penduduknya di muara jati yg beragama Hindu Pindah keagama Baru yg Dibawa oleh Alim Ulama dari Campa kamboja bernama Syekh Quro
Agama tersebut Bernama islam.
Maka di Utuslah Beberapa orang kepercayaannya Untuk Mengusir Ulama itu dari tanah jawa.
Konon kabarnya,Ulama besar yang
bergelar Syekh Qurotul’ain dengan nama aslinya Syekh Mursyahadatillah atau Syekh Hasanudin.beliau adalah seorang yang arif dan bijaksana dan termasuk seorang ulam yang hafidz Al-qur’an serta ahli Qiro’at yang sangat merdu suaranya.
Syekh Quro adalah putra ulama besar
Mekkah,penyebar agama Islam di negeri Campa (Kamboja) yang bernama Syekh Yusuf Siddik yang masih keturunan dari Sayidina Hussen Bin Sayidina Ali RA.dan
Siti Fatimah putri Rosulullah SAW.
Sebelum Beliau datang ke tanah jawa sekitar tahun 1409 Masehi,Syekh Quro pertama kali menyebarkan Agama islam di negeri Campa Kamboja ,lalu ke daerah Malaka dan dilanjutkan ke daerah Martasinga Pasambangan dan Japura akhirnya sampailah ke Pelabuhan Muara Jati yg saat itu syahbandar di gantikan oleh ki gedeng Tapa karna Ki gedeng sindangkasih telah Wafat.
Disini beliau disambut dengan baik oleh Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Jumajan Jati,yang masih keturunan Prabu Wastu Kencana Ayah dari Prabu Anggalarang dan, oleh masyarakat sekitar.
mereka sangat tertarik dengan
ajaran yang disampaikan oleh Syekh Quro yang di sebut ajaran agama Islam.
Sampailah para utusan itu di depan pondokan syech Quro,Utusan itu Menyampaikan Perintah dari Rajanya Agar penyebaran agama Islam di muara jati Harus segera dihentikan.
Perintah dari Raja Gajah tersebut
dipatuhi oleh Syeh Quro.namun,kepada utusan prabu Anggalarang
yang mendatangi Syekh Quro,beliau
mengingatkan,meskipun ajaran agama Islam dihentikan penyebarannya.
tapi kelak, dari keturunan Prabu Anggalarang akan ada yang menjadi seorang Wali Allah.
Beberapa saat kemudian beliau pamit
pada Ki Gedeng Tapa untuk kembali ke negeri Campa,di waktu itu pula Ki Gedeng Tapa menitipkan putrinya yang bernama Nyi Mas Subang Larang,untuk ikut dan berguru pada Syekh Quro.
BerangkatLah Syeh Quro bersama Nyi subang Larang dngn menggunakan Perahu kembali ke negri campa kamboja.
Sebagai Seorang putra Raja Beliau tidak Betah tinggal diam di istana,Raden Pamanah Rasa kerap mengembara Menyamar menjadi Rakyat Jelata dari daerah satu ke daerah Lainya,Menolong yg Lemah & Memberantas Keangkaramurkaan.
Gemar bertapa & mencari kesaktian,
Di dalam salah satu pengembarannya, Ketika beliau hendak beristirhat di Curug atau air terjun,curug itu bernama Curug Sawer yg terletak di daerah Majalengka,Raden pemanah Rasa dihadang oleh siluman Harimau Putih Pertempuran pun tak terelakkan.
Raden Pamanah Rasa dan Siluman Harimau Putih yang diketahui memiliki kesaktian tinggi itu pun bertarung sengit hingga Setengah Hari,Namun kesaktian Prabu Pamanah Rasa berhasil
memenangi pertarungan dan membuat siluman Harimau Putih tunduk kepadanya.
Harimau Putih itu memberi sebuah pusaka yg terbuat dari kulit Macan,
Dengan pusaka itu beliau bisa Terbang Laksana burung,Menghilang tak terlihat oleh mata (ajian Halimun),berjalan secepat angin (Ajian saepi Angin)& Bisa Mendatangkan Bala tentara Jin.
Harimau itupun memutuskan untuk mengabdi kepada Raden Pamanah Rasa sebagai pendamping beliau.
Dengan tunduknya Raja siluman Harimau Putih,maka meluaslah wilayah kerajaan Gajah.
Siluman Harimau Putih beserta pasukannya selanjutnya dengan setia mendampingi dan membantu Raden Pamanah Rasa.
Salah satunya kala kerajaan Gajah
menundukkan kerajaan2 yg Memeranginya.Siluman Harimau Putih juga turut membantu Raden Pamanah rasa saat kerajaan Pajajaran diserang oleh pasukan Mongol pada Masa kekaisaran Kubilai khan.
Karna Jasa-jasa Anaknya yg begitu besar dalam Kejayaan kerajaan gajah,maka diangkatlah Raden pemanah Rasa sebagai Raja kedua di kerajaan tersebut.
Prabu Pamanah Rasa pun selanjutnya
mengubah nama kerajannya menjadi
kerajaan Pajajaran. Yang berarti menjajarkan atau menggabungkan kerajaan Gajah dengan kerajaan Harimau Putih.
Seiring meluasnya wilayah kerajaan Gajah,Prabu Pamanah Rasa kemudian membuat senjata sakti yang pilih tanding.
Beliau menyuruh Eyang Jaya Perkasa untuk membuat senjata pisau berbentuk harimau sebanyak tiga Buah,Dalam Tiga Warna, yaitu Kuning, Hitam, Putih.
Senjata pertama yang berwarna hitam,dibuat dari batu yang jatuh dari langit yang sering disebut meteor, yang dibakar dengan kesaktian Prabu Pamanah Rasa Dalam membentuk besi yang diperuntukkan untuk membuat senjata tersebut.
Senjata Kedua dibuat dari air,api yang dingin,yang warnanya kuning dibekukan menjadi besi kuning, Senjata ketiga dari besi biasa yang direndam dalam air hujan menjadi putih berkilau.
Senjata itu selesai dalam waktu tujuh hari.
semalam penuh Pengeran Pamanah
Rasa memikirkan nama untuk senjata sakti tersebut,tepat ayam berkokok ditemukan nama untuk ketiga barang tersebut,Pisau pusaka itu di beri nama KUJANG (Senjata Berbentuk Harimau), dikarenakan
Pusaka itu ada tiga,Maka kujang tersebut di beri nama KUJANG
TIGA SERANGKAI,yang Artinya
BEDA-BEDA TAPI TETAP SAMA.
Senjata itu berbentuk melengkung dengan ukiran harimau di gagangnya. Ukiran harimau di gagang Kujang konon sebagai pengingat terhadap pendamping setianya, siluman
Harimau Putih.
Dan pusaka itu yg kini menjadi lambang dari propinsi Jawa Barat,
Beberapa Tahun kemudian Syekh Quro datang kembali ke negeri Pajajaran beserta Rombongan para santrinya,dengan menggunakan Perahu dagang dan serta didalam rombongan adalah,Nyi Mas Subang Larang,Syekh Abdul Rahman.Syekh Maulana Madzkur dan Syekh Abdilah Dargom.
Setelah Rombongan Syekh Quro melewati Laut Jawa dan Sunda Kelapa dan masuk Kali Citarum,yang waktu itu di Kali tersebut ramai dipakai Keluar masuk para
pedagang ke Pajajaran,akhirnya
rombongan beliau singgah di Pelabuhan Karawang.
Menurut buku sejarah masa silam Jawa Barat yang terbitan tahun 1983
disebut,Pura Dalem.

Rabu, 27 Januari 2016

Lagu Darso

Mapay jalan satapak
Ngajugjug ka hiji lembur
Henteu karasa capéna
Sabab aya nu ditéang

Hujan angin dor dar gelap
Henteu aya keur ngiuhan
Sanajan awak rancucut
Teu paduli kajeun teuing

Nu penting mah asal nepi
Ka tempat anu di tuju
Rek ngalongok mawar bodas
Nu moal lila ka ala
Sugan tea moal gagal
Kembang geus aya nu boga
Balik téh asa horéam leumpang gé asa ngalayang

Teu kasawang ti anggalna
Teu kapikir ti tadina
Lamun bakal nyeri haté
Hoream teu sudi teuing
Mikiran pipanyakiteun
Mikiran pipanyakiteun

Lagu Darso

Duriat – Darso

Dina haté kuring anjeun cicing
Dina haté anjeun kuring cicing
Bener-bener henteu bisa ngejat
Dibeungkeut ku tali duriat

Sanajan loba nu daratang
Pating kuriling neangan lawang
Pating kaletrok kana panto haté
Tapi ku urang teu dipaliré

Duriat teu bisa digantian ku rupa
Duriat teu bisa dihilian ku harta
Duriat teu bisa di aya-aya
Duriat datang na heunteu kapaksa

Dikotretkeun dina haté tidituna
Diguratkeun dina rasa tidituna
Dibuka di baca ku urang duaan
Di jaga di riksa pinuh rasa ka heman

Lagu-Lagu Sunda

Lagu Darso

Sakur Ngimpi – Darso

30AGU
SAKUR NGIMPI
Vocal: Darso

cipt: Dosé Hudaya

Saprak anjeun ngaléos

Ngabeubeutkeun duriat
Hirup asa nunggeulis
Haté mararinggis

Saprak anjeun ninggalkeun

Ngararajéet cinta urang
Pikiran baluweng
Pinuh ku émutan

Sagala rasa kabawa anjeun

Saparo nyawo ngilu ka anjeun
Nikmati hirup leungit teu nyésa
Teuing kamana

**

Létah teu mirasa sagala karasa pait
Saré gulang guling hésé peureum

reff…
Kahayangmah ieu téh sakur ngimpi

Anu ngageuingkeun urang
Tina kasombongan diri

Kahayangmah waktu teh ngulang deui

Sabulan anu katukang
Basa silih keukeupan

Ngahelas kaleungitan

Ngoréjat seseblakan
Lieuk euweuh, lieuk euweuh
Ngagugulung lamunan

Ngarep-ngarep sakur ngimpi

Ngarep-ngarep anjeun datang
Tiap detik gé tatanya
Dimana anjeun

balik ke **

keadaan kerajaan sunda

KERAJAAN SUNDA


1.      Pusat Kerajaan Sunda yang berpindah-pindah
Pusat kerajaan yang berpindah-pindah, bukanlah hal yang asing di dalam perjalanan sejarah Indonesia. Pemindahan pusat-pusat kerajaan itu, disebabkan oleh berbagai macam alasan, yaitu ekonomi, keamanan, politik, dan lain-lain. Perpindahan itu juga disebabkan karena adanya bencana alam. Di Jawa Barat juga terjadi beberapa kali perpindahan pusat kerajaan. Barangkali, sebernarnya di Jawa Barat hanya terdapat sebuah kerajaan saja setelah keruntuhan kerajaan Tarumanegara menjelang akhir abad VII M, sedangkan nama-nama yang sekarang dianggap sebagai nama kerajaan adalah nama ibukota atau pusat kerajaan tersebut.
A.    Pusat Kerajaan Galuh
Perlu kita ketahui bahwa masyarakat Sunda masa lampau adalah masyarakat ladang yang senantiasa berpindah-pindah tempat sesuai dengan tingkat kesuburan tanah garapan mereka, maka terjadinya perpindahan pusat kerajaan ini pun, berhubungan dengan latar belakang sosial dan budaya. Jika dugaan itu benar, maka kerajaan Sunda telah beberapa kali berpindah pusat kerajaan yang dimulai dari Galuh dan berakhir di Pakwan Padjajaran.
Sebelum kita menyimpulkan apa gerangan nama kerajaan di Jawa Barat, ada baiknya jika melihat sebutan apa yang dikenal di luar Jawa Barat. Menurut berita Portugis yang berasal dari Tome Pires (1513), menyebut kerajaan yang berkuasa di Jawa Barat dan mengadakan hubungan dagang dengan Portugis “Regno de Cumba”  yang berarti kerajaan Sunda pada abad XVI. Demikian pula berita Antonio Pigafetta (1522) yang memberitakan Sunda sebagai daerah yang banyak menghasilkan lada. Juga dari beberapa sumber asli yang turut menyebutkan keberadaan kerajaan Sunda, sumber asli tersebut antara lain, adalah prasasti Rakryan Juru Pangambat tahun 932 M, ditemukan di desa Kebon Kopi Bogor, kutipannya yang berbunyi “memulihkan raja Sunda”. Sumber kesusastraan, Cerita Parahyangan akhir abad XVI menyebut Sunda sebagai nama kawasan. Demikian pula naskah Siksa Kanda ng Karesian tahun 1518 M, juga berita dari Cina zaman Dinasti Ming ( 1368-1643 M) menyebut adanya Sun-la. Dari bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah Jawa Barat umumnya dikenal dengan nama Sunda. Sedang nama lain yang berhubungan dengan daerah ini adalah nama pusat kerajaan.
Menurut naskah Kropak 406, Maharaja Terusbawa digantikan oleh Maharaja Harisdarma kemudian Harisdarma berputra Rahyang Tamperan lalu Rahyan Tamperan berputra Rahyang Banga. Dalam Cerita Parahyangan disebutkan bahwa Rahyang Tamperan adalah anak Sanjaya maka dengan demikian, tokoh Harisdarma pada K.406 adalah Sanjaya pada Cerita Parahyangan. Dari berita itu dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara Harisdarma atau Sanjaya, Tamperan, dan Banga adalah hubungan darah. Sedang hubungan antara Harisdarma dengan Terusbawa adalah mertua dengan menantu. Terusbawa menurut K.406 ini tidak lain adalah tokoh Tohaan di Sunda menurut Cerita Parahyangan yang disebutkan menjadi mertua Sanjaya, Ia adalah penguasa Pakwan Padjajaran. Dan berita ini dapat diartikan bahwa masa pendirian Pakwan Padjajaran kira-kira sejaman dengan Galuh yaitu sekitar awal abad VIII M.
Pada tahun 723 M, ditemukan prasasti Canggal yang menceritakan kemenangan Sanjaya. Prasasti ini berbahasa Sansekerta, selain menyebut nama Sanjaya, prasasti ini juga menyebut Sanna dan Sannaha. Disebutkan bahwa Sanjaya adalah anak Sannaha, saudara perempuan raja Sanna. Sanna adalah anak Mandiminyak dari hubungan gelap dengan Pwah Rababu istri dari Rahyang Sempakwaja. Rahyang Sempakwaja adalah kakak sulung Mandiminyak, raja Galuh. Dari hubungan itu lahirlah Sanna, rupanya Mandiminyak dari pernikahannya dengan sang permaisuri tidak memiliki putra mahkota lelaki, maka sepeninggal Mandiminyak ia digantikan oleh Sanna. Sedangkan, Sannaha adalah anak dari Mandiminyak dengan sang permaisuri. Dalam Cerita parahyangan disebutkan bahwa Sanna menikah dengan Sannaha dan dari pernikahan itu lahirlah Sanjaya. Cerita Parahyangan menghubungkan tokoh Sanjaya ini dengan pusat kerajaan Galuh, karena disitu dikatakan bahwa Sanna berkuasa di Galuh. Pada suatu ketika, terjadi rebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Rahyang Purbasora, saudara seibu raja Sanna. Sanna bersama keluarganya dibuang ke gunung Merapi hingga Sanjaya dewasa dan meminta perlindungan kepada saudara tua ayahnya di Denuh. Akhirnya Sanjaya bisa mengalahkan Rahyang Purbasora, sehingga dapat mengangkat dirinya sebagai raja di Galuh.
B.     Pusat kerajaan Pahajyan Sunda
Pada prasasti Sanghyang Tapak yang berbahasa Jawa Kuna dan hurufnya Kawi tahun 1030 M. dalam prasasti ini, nama tokoh yang disebut ialah Maharaja Sri Jayabhupati, sedangkan daerah kuasanya disebut Prahajyan Sunda. Prasasti ini juga menarik, karena gelar yang dipergunakan Jayabhupati ternyata sangat mirip dengan gelar raja Airlangga di Jawa Timur yang memerintah pada masa yang bersamaan pula. Tetapi, berdasarkan bahasa dan isi prasastinya itu sendiri, memang harus diakui bahwa tentulah ada hubungan tertentu antara Jawa Barat dan Jawa Timur pada waktu tersebut. Pernyataan Sri Jayabhupati berulangkali bahwa ia adalah “haji ri Sunda”, raja di Sunda, dapat dianggap sebagai usahanya untuk lebih meyakinkan orang akan kedudukannya sebagai raja Sunda. Prasasti berbahasa Sunda pada umumnya tidak memuat kutukan yang demikian mengerikan, tetapi berisi harapan bagi mereka yang melakukan apa yang dianjurkan dan memperoleh kebahagiaan, sedangkan yang melanggarnya, celaka. Prasasti yang dikeluarkan oleh Jayabhupati sebenarnya disebabkan karena ia sadar, dirinya adalah seorang yang berbudaya lain ditengah penduduknya yang berbudaya Sunda. Prasasti itu menyebutkan, bahwa pada tahun 1030 M Jayabhupati membuat tepek (semacam daerah larangan) di sebelah timur Sanghyang Tapak. Daerah larangan itu berupa sebagian dari sungai yang kemudian ditutup untuk segala macam penangkapan ikan. Sanghyang Tapak yang dimaksud pada prasasti itu, diduga tapak kaki yang ditemukan trepahat pada batu di puncak Gunung Perbakti, daerah Cicurug (Sukabumi).
Selanjutnya terbuka kemungkinan untuk menempatkan Sri Jayabhupati dalam suatu rangkaian kisah sejarah Sunda sebagai suatu kesatuan. Hal ini berarti bahwa prahajyan Sunda, kerajaan Sunda yang diperintah oleh Sri Jayabhupati itu merupakan suatu babak saja dari seluruh kisah kerajaan Sunda, jadi tidak merupakan suatu Negara atau kerajaan tersendiri. Menurut Cerita Parahyangan Rakeyan Darmasiksa sama dengan tokoh Sri Jayabhupati pada prasasti Sanghyang Tapak, maka dapat diduga bahwa pusat kerajaan Sunda pada masa pemerintahan Jayabhupati terletak di Pakwan Padjajaran, pusat kerajaan itu tidak lama kemudian berpindah lagi ke Kawali yang letaknya tidak jauh dari bekas pusat kerajaan Galuh pada masa Sanjaya.
Ditemukannya prasasti Horren menyebutkan bahwa penduduk kampung Horren merasa tidak aman karena ada kemungkinan datang musuh dari Sunda. Menurut Stutterheim, diduga prasasti ini berasal dari jaman Majapahit, maka sudah pasti prasasti itu berasal dari jaman setelah terjadinya peristiwa Bubat pada tahun 1357.
C.    Pusat Kerajaan Kawali
Pada jaman siapa pusat pemerintahan berpindah dari Pakwan Padjajaran ke Kawali, tidak dapat ditentukan dengan pasti. Menurut prasasti yang ditemukan di kampung Astanagede (Kawali) dapat diketahui bahwa pada masa pemerintahan Prabu Raja Wastu pusat kerajaan telah berada disitu. Dapat diperoleh keterangan bahwa Prabu Raja Wastu yang bertahta di kota Kawali dengan keratonnya bernama Surawisesa.
Prabu Raja Wastu pada prasasti Kawali ini merupakan tokoh yang sama dengan Rahyang Niskala Wastu Kancana, pada prasasti Batutulis dan Kebantenan yaitu kakek Sri Baduga Maharaja. Hal ini memberikan kemungkinan, bahwa Prabu Wastu memerintah di Kawali setelah meninggal kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Rahyang Ningrat Kencana pada prasasti Kebantenan atau Rahyang Dewa Niskala pada prasastiBatutulis. Dalam prasasti Kebantenan disebutkan bahwa Rahyang Ningrat Kencana adalah tokoh yang digantikan oleh Susuhunan di Pakwan Padjajaran, hingga dapat ditentukan bahwa Susuhunan adalah Sri Baduga Maharaja yang disebutkan dalam prasastiBatutulis.
Menurut prasasti Batutulis Rahyang Niskala Wastu Kencana dimakamkan di Nusalarang, sedangkan Rahyang Dewa Niskala di Gunatiga. Namun, berita ini bertentangan dengan Cerita Parahyangan yang menyebutkan bahwa tokoh Dewa Niskala atau Ningrat Kencana ini tidak disebutkan namanya, tetapi dikatakan sebagai Tohaan di Galuh. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sampai pada masa pemerintahannya, pusat kerajaan Sunda masih terletak di Galuh tepatnya di sekitar kota kecil Kawali sekarang.
Menurut Pararaton, di tahun 1357 M terjadi peristiwa yang dikenal dengan Pasundan-Bubat, suatu pertikaian politik antara kerajaan Majapahit dan Sunda. Dari Cerita Parahyangan sudah jelas bahwa yang memerintah ketika itu ialah Prebu Maharaja, karena dikatakan memerintah selama tujuh tahun. dapat diperkirakan bahwa ia mulai menjadi raja pada tahun 1350 M, bersamaan dengan naik tahtanya Hayam Wuruk di Majapahit. Dalam pertempuran Bubat, hamper seluruh pasukan Sunda gugur. Cerita Parahyangan memberitakan bahwa sang raja masih mempunyai seorang anak yang dikenal dengan Niskala Wastu Kencana pada prasasti Kawali, Batutulis, dan Kebantenan. Ketika terjadi peristiwa Bubat, Wastu Kencana masih kecil sehingga pemerintahannya sementara diserahkan kepada pengasuhnya yaitu Hyang Bunisora.
Menurut Cerita Parahyangan dengan berpegang pada tahun 1579 yaitu tahun keruntuhan kerajaan Sunda, maka dapat ditentukan bahwa Hyang Bunisora memerintah selama 14 tahun, bukan enam tahun. adanya selisih tahun ini disebabkan karena perbedaan menafsirkan kata sadewisada yaitu lamanya masa pemerintahan raja Sunda terakhir Nusiya Mulya, yang seharusnya 12 tahun, menjadi 20 tahun. dengan demikian Hyang Bunisora memerintah pada 1357-1571 M.
Setelah dewasa Wastu Kencana menerima kembali tampuk pemerintahan dari Hyang Bunisora. Ia memerintah cukup lama yaitu 104 tahun, hal ini disebabkan karena Wastu Kencana selama memerintah selalu baik dalam menjalankan agama, serta memperhatikan kesejahteraan rakyat. Dibandingkan pemberitaan dengan raja-raja yang lain cukup menarik bahwa khusus tentang Prabu Niskala Wastu Kencana dalam Cerita Parahyangan menyediakan cukup banyak tempat dan isinya berupa pujian terhadap raja dan yang lain cukup satu atau dua kalimat saja.
Prabu Niskala Wastu Kencana memerintah selama 104 tahun (1371-1471 M), kemudian digantikan anaknya yang bernama Tohaan di Galuh ia memerintah selama tujuh tahun. ia memerintah tidak lama karena salah tindak jatuh cinta kepada wanita terlarang dari luar.
D.    Pusat Kerajaan di Pakwan Padjajaran
Ningrat Kencana atau Tohaan di Sunda digantikan oleh anaknya sendiri yaitu Sang Ratu Jayadewata menurut Cerita Parahyangan ia memerintah selama 39 tahun. pada prasasti Kebantenan, tokoh ini disebut sebagai Susuhunan di Pakwan Padjajaran. Dalam prasati Batutulis disebut dengan nama Prabu Gurudewataprana, Sri Baduga maharaja Ratu Haji di Pakwan Padjajaran Sri Sang Ratu Dewata. Nama yang terakhir ini boleh dikatakan sama dengan yang sama-sama mengandung unsur dewata. Suatu hal yang menarik baik kraton Kawali maupun kraton Pakwan Padjajaran sama-sama mengandung arti sura, suatu hal yang masih dilanjutkan pada nama kraton Banten yaitu surasowan Surakarta atau Jayakarta suatu tempat yang sebelum jatuh ke tangan Islam bernama Sunda Kelapa.
Menurut Cerita Parahyangan, Sang Ratu Jayadewata menjalankan pemerintahannya berdasarkan kitab-kitab hukum yang berlaku, sehingga pemerintahannya berjalan dengan aman dan tentram. Pada masanya sudah ada penduduk kerajaan Sunda yang beralih agama. Berita Portugis yang berasal dari Tome Pires (1513), di Cimanuk kota pelabuhan yang sekaligus menjadi batas kerajaan Sunda disebelah timur banyak dijumpai orang Islam. Tetapi menyebarnya pengaruh Islam ini sudah diperhitungkan juga oleh Ratu Jayadewata.
Oleh berita Portugis pada tahun 1512 M dan 1521 M, Ratu Samiam atau Sanghyang dari kerajaan Sunda memimpin perutusan ke Malaka. Tetapi, ketika pada tahun 1522 M Hendrik de Leme memimpin perutusan Portugis ke Sunda yang beribukota di Dayo (kota), Ratu Samiam sudah berkuasa disana sebagai raja. Jika dikaitkan dengan Cerita Parahyangan, maka berarti bahwa Ratu Samiam nama lain dari Prabu Surawisesa, seorang raja yang gagah dan berani, yang menggantikan Sang Ratu Jayadewata dan memerintah selama 14 tahun (1521-1535 M). Ketika Prabu Ratudewata naik takhta masa pemerintahannya merupakan masa yang penuh derita.
Jatuhnya Sunda Kalapa, pelabuhan terbesar kerajaan Sunda ke tangan pasukan Islam pada tahun 1527 M, telah menyebabkan terputusnya hubungan antara pusat kerajaan Sunda yang terletak dipedalamn dengan daerah luar. Bala bantuan Portugis tidak pernah bisa sampai ke Dayo karena keadaan pada waktu itu tidak memungkinkan. Jalan niaga kerajaan Sunda satu-persatu jatuh ketangan Islam, sehingga raja hanya bisa bertahan di pedalaman. Prabu Ratu Dewata yang menggantikan Surawisesa, malah hidup sebagai raja pendeta dan tidak menghiraukan kesejahteraan rakyatnya. Pada masa pemerintahannya terjadi serangan-serangan yang mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Raja yang kemudian menggantikannya Sang Ratu Saksi (1543-1551 M), adalah seorang yang kejam dan Cuma main perempuan saja. Demikian pula penggantinya, Tohaan di Majaya (1551-1567 M), ia malah memperindah keratin, mabuk-mabukan, berfoya-foya serta melupakan tugasnya sebagai raja. Maka pada masa pemerintahan Nusya Mulya, raja terakhir, Negara pun sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Kerajaan Sunda dikalahkan oleh Islam pada akhir masa pemerintahannya.
2.      Struktur Kerajaan dan Birokrasi
Menurut catatan perjalanan Tome Pires dan sebuah naskah yang berasal dari tahun 1518 M yaitu, Sanghyang Siksakanda ng Karesian. Maka berdasarkan bahan-bahan yang ada itu, barangkali dapatlah disusun struktur kerajaan Sunda pada masa itu sebagai berikut. Ditingkat pemerintahan pusat, kekuasaan tertinggi berada di tangan raja. Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, raja dibantu oleh mangkubumi yang membawai beberapa orang nu nangganan. Disamping itu, terdapat pula putra mahkota, yang akan menggantikan kedudukan sang raja, jika raja meninggal dunia atau mengundurkan diri untuk mengurus daerah-daerah yang luas, raja dibantu oleh beberapa orang raja daerah. Raja-raja daerah itu dalam melaksanakan tugas mereka sehari-hari bertindak sebagai raja yang merdeka, tetapi mereka tetap mengakui raja sunda yang bertahta di Pakwan Pajajaran atau Dayo sebagai junjungan mereka. Dalam keadaan raja tidak meninggalkan pewaris tahta, maka salah seorang raja dari daerah-daerah itu dapat dipilih untuk menggantikan kedudukan sang raja sebagai raja besar dan bertahta di Pakwan Pajajaran. Sementara itu, untuk mengurus masalah yang langsung berhubungan dengan perniagaan, dikeenam buah bandarnya, raja di wakili oleh syah Bandar, yang bertindak untuk dan atas nama raja sunda di daerah yang mereka kuasai masing-masing. Struktur kerajaan yang seperti itu, rupanya yang paling sesuai dengan kodrat Kerajaan Sunda.
3.      Kehidupan Masyarakat Sunda
A.    Masyarakat Ladang
            Menurut naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian, memberikan keterangan cukup jelas tentang keadaan kelompok-kelompok masyarakat  kerajaan Sunda pada masa itu. Keadaan kelompok-kelompok itu tidak disebutkan berdasarkan katajenjang (hierarki) di dalam sistem birokrasi pemerintahan, tetapi pembagiannya berdasarkan fungsi yang dimiliki masing-masing kelompok itu, adanya kelompok ekonomi yang kemudian terbagi lagi kedalam beberapa golongan. Golongan tersebut dapat dibedakan seperti.
a). Kelompok masyarakat berdasarkan ekonomi yaitu : orang utas, pelukis, pandai tembaga, pandai mas, pandai gelang, pandai besi, pembuat wayang, penabuh gamelan, pembuat gamelan, penari, badut, dll.
b). Kelompok masyarakat yang bertugas sebagai alat negara yaitu : mantri, penjaga keamanan, prajurit, tentara, pemerang, dan jabatan dibawah mangkubumi.
c). Kelompok rohani dan cendekiawan terdiri dari memen (dalang) yang mengetahui berbagai macam cerita, paraguna yang mengetahui berbagai macam lagu dan nyanyian, hempul yang mengetahui berbagai macam permainan, prepantun yang mengetahui berbagai macam macam carita pantun.
            Semua kelompok masyarakat yang disebutkan diatas, di dalam melaksanakan darma atau tugas masing-masing sesuai dengan fungsinya, disebut ngawakkan tapa di nagara ( melaksanakan tapa ditengah negara). Pada masa kerajaaan Sunda juga sudah terdapat orang-orang yang memperoleh penghasilan yang tidak disukai masyarakat umumnya. Pekerjan itu antara lain merogo, mencopet, merebut, merampas, memasuki rumah orang, dan membegal. Matapencarian seperti itu disebut cekap carut, sesuatu yang pantang diturut, dan hal-hal seperti itu disebut sebagai guru nista, yaitu hal-hal yang dianggap sangat nista atau hina.
            Kerajaan Sunda adalah sebuah negara yang umumnya hidup dari pertanian terutama dari perladangan. Bukti-bukti atau petunjuk tentang masyarakat ladang ini, ditemukan dalam sumber-sumber sastra tulis maupun sastra lisan. Kehidupan diladang akan membentuk  manusia ang berwatak masyarakat ladang. Ciri yang menonjol masyarakat ini ialah selalu berpindah tempat, yang secara langsung turut memberi pengaruh terhadap bentuk bangunan tempat yang mereka tinggali. Masyarakat lading biasanya bertempat tinggal di ladangnya masing-masing, sehingga mereka hidup terpencil dari peladang lain yang menjadi tetangganya. Kerajaan Sunda mempunyai enam buah Bandar yang cukup ramai dan penting. Melalui keenam Bandar itulah dilakukan usaha niaga dengan daerah atau negara lain. Barang-barang dagangan yang merupakan sumber penghasilan kerajaa sunda pada umunya berupa bahan makanan dan lada.  Bandar-bandar kerajaan sunda oleh Tome Pires digambarkan sebagai berikut :
1        Banten , merupakan sebuah kota niaga yang baik, terletak di tepi sebuah sungai. Kota itu dikepalai oleh seorang syahbandar. Wilayah niaganya mencapai Sumatra dan Maladewa.
2        Pontang, merupakan sebuah kota yang besar, jalur niaga dan barang-barang yang diperdagangkan beras, makanan dan lada.
3        Cigede, juga sebuah kota yang besar. Perniagaan dari Bandar ini dilakukan dengan Priaman, Andalas, Tulangbawang, Sekampung dll.
4        Tamgara, yang juga termasuk kota yang besar. Barang niaganya sama seperti Bandar-bandar diata.
5        Kalapa, merupakan kota yang sangat besar, adalah pelabuhan kerajaan Sunda yang terpenting dan terbaik. Hubungan niaganya juga lebih luas, antara lain dengan Sumatra, Palembang, Lawe, Tanjungpura, Malaka, Makasar, Jawa dan Madura.
6        Cimanuk, merupakan pelabuhan kerajaan sunda yang paling timur, sekaligus menjadi batas kerajaan. Walaupun Bandar ini dikatakan sebagai sebuah Bandar yang besar dan cukup ramai, tetapi juga tidak dapat merapat. Di Bandar ini sudah banyak berdiam orang-orang  yang beragama islam, walaupun syahbandarnya sendiri masih seorang yang beragama sunda.
            Agama dan Budaya
            Agama dan budaya yang berkembang di kerajaan Sunda sangat identik dengan kebudayaan hindu. Pengaruh hindu ini rupanya cukup kuat, sehingga di dalam naskahsawakandarma yang juga disebut serat dewabuda yang berasal dari tahun 1357 kasa atau 1435 M, masih kita temukan nama-nama para dewa agama hindu seperti Brahma, Wisnu, dan lain-lain. Menurut naskah Sanghyang Siksa, pada masa kerajaan Sunda yang berlangsung sejak awal abad 8 hingga  menjelang akhir abad ke 16 M, kehidupan keagamaan kerajaan Sunda itu bercorak Hindu-Buddha yang telah berbaur dengan unsur agama leluhur sebelumnya. Sementara hasil kebudayaan yang berkembang pada masa itu diantaranya seni sastra, lukis, ukir, gamelan, dan sebagainya.

sumber : http://nafhiloverz.blogspot.co.id/2014/06/kerajaan-sunda.html